Rabu, 29 Juni 2016

PENYAKIT SKOLIOSIS

SKOLIOSIS

a)      Definisi
Scoliosis adalah adanya pembengkokan atau kurveke lateral dari vertebra, karena kecatatan satu atau lebih dari corpus vertebra, kelunakan atau kontraktur otot atau ligamen.Scoliosis adalah kelainan tulang belakang, yang dimana terjadi penyimpangan susunan tulang belakang, jika dilihat dari sisi belakang terdapat adanya kurva tulang belakang ke arah lateral (samping) diikuti dengan rotasi. Scoliosis merupakan kelainan postur dimana sekilas mata penderita tidak mengeluh sakit atau yang lain, tetapi suatu saat dalam posisi yang dibutuhkan suatu kesiapan tubuh membawa beban tubuh misalnya berdiri, duduk dalam waktu yang lama, maka kerja otot tidak akan pernah seimbang. Hal ini yang akan mengakibatkan suatu mekanisme proteksi dari otot otot tulang belakang untuk menjaga keseimbangan, manifestasi yang terjadi justru overuse pada salah satu sisi otot yang dalam waktu terus menerus dan hal yang sama terjadi adalah ketidakseimbangan postur tubuh ke salah satu sisi tubuh. Jika hal ini berlangsung terus menerus pada system muskuloskletal tulang belakang akan mengalami bermacam macam keluhan antara lain, nyeri otot, keterbatasan gerak (range of motion) dari tulang belakang atau back pain, kontaktur otot, dan menumpuknya problematik akan berakibat pada terganggunya aktivitas kehidupan seharihari bagi penderita, seperti halnya gangguan pada system pernapasan, sistem pencernaan dan sistem kardiovaskuler. Skoliosis menurut National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease (NIAMS) USA merupakan kelainan muskuloskeletal yang digambarkan dengan bengkoknya tulang belakang. NIAMS membagi scoliosis menjadi dua type yaitu scoliosis type stuctural dan scoliosis non stuctural (scoliosis fungsional), pada scoliosis fungsional masih tampak adanya kondisi struktur yang normal pada tulang belakang, type ini sifatnya hanya
sementara yang disebabkan oleh kondidi berikut ini seperti panjang tungkai yang tidak sama, spasme otot, atau kondisi inflamasi seperti pada appendixitis. Type struktural bisa disebabkan dari penyakit neuromuscular, cerebral palsy, poliomyelitis, atau muscular dystrophy, pertumbuhan tidak normal, traumatics, infeksi, tumor, penyakit metabolik, penyakit pada jaringan ikat (connective tissue), rheumatic dan beberapa faktor yang belum diketahui (Mujianto,2013). Berdasarkan dari type nya, scoliosis juga mempunyai sifat masing – masing, yaitu reversibel dan irreversibel. Scoliosis nonstruktural merupakan skoliosis dengan sifat reversibel, atau dapat dikembalikan kebentuk semula dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Sedangkan scoliosis struktural merupakan scoliosis yang bersifat irreversibel dan dengan rotasi dari tulang punggung (Adulgopar, 2009). Berdasarkan bentuk kurva, scoliosis dapat dibedakan menjadi 3, yaitu : (1) kurva pada tulang belakang bengkok ke samping kiri membentuk huruf C dikenal dengan Levoscoliosis, (2) kurva pada tulang belakang bengkok ke samping kanan membentuk huruf C terbalik dikenal dengan sebutan Dextroscoliosis, (3) kurva tulang belakang membentuk huruf S (Mujianto, 2013).

b)     Etiologi
Penyebab terjadinya skoliosis diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur, penyakit tulang, penyakit arthritis, dan infeksi. Pada skoliosis berat, perubahan progresif pada rongga toraks dapat menyebabkan perburukan pernapasan dan kardiovaskuler.
»Skoliosis idiopatik. Kasus skoliosis yang tidak diketahui penyebab pastinya disebut idiopatik. Menurut penelitian, sekitar sepertiga penderita skoliosis idiopatik terkait faktor genetika. Skoliosis idiopatik diderita sebanyak 80 persen dari jumlah penderita skoliosis.
»Skoliosis degeneratif. Skoliosis degeneratif terjadi akibat kerusakan bagian tulang belakang secara perlahan-lahan. Skoliosis tipe ini menimpa orang dewasa karena seiring bertambahnya usia, beberapa bagian tulang belakang menjadi lemah dan menyempit. Selain itu ada beberapa penyakit atau gangguan yang berhubungan dengan tulang belakang yang bisa menyebabkan skoliosis degeneratif, seperti osteoporosis, penyakit Parkinson, motor neurone disease, sklerosis multipel, dan kerusakan tulang belakang yang terjadi akibat operasi.
»Skoliosis kongenital. Skoliosis kongenital atau bawaan disebabkan oleh tulang belakang yang tidak tumbuh dengan normal saat bayi dalam kandungan.Selain itu ada juga beberapa gangguan pada saraf dan otot atau penyakit neuromuscular,seperti distrofi otot dan lumpuh otak.

c)       Klasifikasi
1. Skoliosis Postural
Disebut juga Skoliosis Skiatika atau Deformitas Semu. => deformitas sekunder sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan di luar tulang belakang. Contoh :
karena kaki pendek sebelah, kemiringan pelvic akibat kontraktur pinggul Bila diperbaiki posisinya, maka skoliosis ini akan menghilang :
» Kaki pendek => duduk, maka deformitas akan
hilang
»Skoliosis postural menghilang kalau fleksi
(membungkuk)
2. Skoliosis Struktural
=> deformitas pada segmen tulang belakang. Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel ( tidak dapat di perbaiki ) dan dengan rotasi dari tulang punggung Komponen penting dari deformitas itu adalah rotasi vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.
ͼ Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :
1) Skosiliosis Idiopatik. adalah bentuk yang paling umum terjadi dan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
a)Infantile : dari lahir-3 tahun.
b)Anak-anak : 3 tahun - 10 tahun
c)Remaja : Muncul setelah usia 10 tahun ( usia yang
paling umum )
2) Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan malformasi satu atau lebih badan vertebra.
3) Skoliosis Neuromuskuler, anak yang menderita penyakit neuromuskuler (seperti paralisis otak, spina bifida, atau distrofi muskuler) yang secara langsung menyebabkan deformitas.

d)     Patofisiologi
Skoliosis adalah kondisi abnormal lekukan tulang belakang, Skoliosis di turunkan, serta umumnya sudah terjadi sejak masa kanak-kanak. Penyebabnya tidak diketahui dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan postur tubuh, diet, olahraga, dan pemakaian backpack. Dan ternyata, anak perempuan lebih sering terkena ketimbang anak laki-laki.Penyebab lain dari skoliosis yaitu infeksi kuman TB daerah korpus vertebra ( spondiliatis ) dan terjadi perlunakan korpus. Perubahan postural berupa lengkungan berbentuk S dan C terjadi pada tulang spinal atau termasuk rongga tulang spinal. Derajat lengkungan penting untuk di ketahui apakah terjadi penekanan pada paru-paru dan jantung.Umumnya, skoliosis tidak akan memburuk, dan yang terpenting adalah lakukan check up secara teratur (setiap 3 sampai 6 bulan). Catatan: Pada kondisi yang berat, bisa terjadi nyeri punggung, kesulitan bernapas, atau kelainan bentuk tubuh. Bisa jadi, anak perlu  (alat khusus) atau harus dioperasi. Tidak ada patokan baku untuk membantu membuat keputusan penanganan skoliosis, karena sangat dipengaruhi usia anak, derajat pembengkokan tulang punggung, serta prediksi tingkat keparahan sejalan dengan pertumbuhannya

e)      Manifestasi Klinis
Gejala yang ditimbulkan berupa:
1.Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
2.Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
3.Nyeri punggung
4.Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
5.Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 ) bisamenyebabkan gangguan pernafasan

f)       Diagnosis Skoliosis
Skoliosis dapat didiagnosis oleh dokter dengan cara pemeriksaan fisik pada bahu, tulang belakang, tulang rusuk, dan pinggul untuk melihat apakah ada yang tampak menonjol dari salah satu bagian tersebut.Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan saraf, seperti memeriksa kenormalan refleks tubuh, sensasi dan kekuatan otot.X-ray bisa dilakukan untuk melihat sudut lengkung tulang belakang atau sudut Cobb, dan memastikan diagnosis skoliosis. Dokter ortopedi mungkin akan menyarankan tes lanjutan jika dibutuhkan, seperti CT scan atau MRI scan.

g)      Komplikasi
Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit, penderita perlu dirawat seawal mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkok dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti :
a.Kerusakan paru-paru dan jantung.
Ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok melebihi 700. Tulang rusuk akan menekan paru-paru dan jantung, menyebabkan penderita sukar bernafas dan cepat capai. Justru, jantung juga akan mengalami kesukaran memompa darah. Dalam keadaan ini, penderita lebih mudah mengalami penyakit paru-paru dan pneumonia.
b.Sakit tulang belakang.
Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi mengalami masalah sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat, penderita mungkin akan menghidap masalah sakit sendi. Tulang belakang juga mengalami lebih banyak masalah apabila penderita berumur 50 atau 60 tahun.

h)     Penatalaksanaan
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai The three adalah :
a.Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25o pada tulang yang masih tumbuh atau <50o pada tulang yang sudah berhenti pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun.
Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada waktu-waktu tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan pertama ke dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang derajat <20o dan 4-6 bulan bagi yang derajatnya >20o.

b.Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal dengan nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
1)Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 25º
2)Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25º
Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
a)Milwaukee
b)Boston
c)Charleston bending brace
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan secara teratur 23 jam dalam sehari hingga masa pertumbuhan anak berhenti.
d.Operasi
Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi pada skoliosis adalah :
1)Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45o pada anak yang sedang tumbuh
2)Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis

3)Terdapat derajat pembengkokan >50o pada orang dewasa

Rabu, 04 Mei 2016

KARYA TULIS ILMIAH_YUDHA BAKA WIDYANTO (43;1A)



ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. F YANG MENGALAMI GAGAL GINJAL KRONIS (GGK) DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN METABOLISME TUBUH  di R.S.S.A Malang


Karya Tulis Ilmiah
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan tugas teknologi keperawatan









                                                                                                        



Oleh :
Yudha Baka Widyanto
Nim : 15.043





AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH
 KOTA PASURUAN
2016/2017




LEMBAR PERSETUJUAN

Studi kasus oleh :
Nama               : Yudha Baka Widyanto
NIM                 : 15.043
Judul          : Asuhan Keperawatan Pada Ny. F Yang Mengalami Gagal Ginjal   Kronis (GGK)  Dengan Ketidakefektifan Metabolisme Tubuh di R.S.S.A Malang

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Studi Kasus pada tanggal :  9 Juli 2015



                                                                      Pasuruan, 4 april 2016
 Oleh :
                        Pembimbing I                                      Pembimbing II


    
Mengetahui :
Direktur Akademi Keperawatan
 Pemerintah Kota Pasuruan





LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. F YANG MENGALAMI GAGAL GINJAL KRONIS (GGK) DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN METABOLISME TUBUH di R.S.S.A Malang

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Sidang
Karya Tulis Ilmiah
Pada Tanggal 09 Juli 2015

Penguji

Penguji I         :

Penguji II       :

Penguji III      :









Pasuruan, 2016
AKPER PEMKOT PASURUAN
Direktur,


LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama               : Yudha Baka Widyanto
NIM                : 15.043
Judul                           : Asuhan Keperawatan Pada Ny. F Yang Mengalami Gagal Ginjal Kronis (GGK) Ketidakefektifan Metabolisme Tubuh di R.S.S.A Malang
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa studi kasus yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.
              Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi dari Akademis.
                                                                                    Pasuruan, 2016
                                                                                          Hormat saya,

                                                                                        Yudha Baka Widyanto
NIM:15.043

Mengetahui
Pembimbing I                                      Pembimbing II


     




KATA PENGANTAR

            Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan dengan rahmat-Nya maka Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. F Yang Mengalami Gagal Ginjal Kronis (GGK)  Dengan Ketidakefektifan Metabolisme Tubuh di R.S.S.A Malang” telah tersusun untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan tugas Teknologi Keperawatan.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada :
         1.         Pak Akbar selaku dosen mata kuliah Teknologi Keperawatan yang telah memberikan pembimbingan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
         2.         Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

Demikian karya tulis ini disusun.Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna.Maka dari itu,penulis berharap kritik dan saran yang bersifat membangun.




Pasuruan, 4 april 2016


Penulis








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................          i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................           ii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................          iii
LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................            iv
KATA PENGANTAR..............................................................................            v
DAFTAR ISI..............................................................................................          vi

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................           1
1.1  Latar Belakang.......................................................................................          1
1.2  Batasan Masalah....................................................................................          3
1.3  Rumusan Masalah..................................................................................          3
1.4  Tujuan Penulisan....................................................................................          4
1.4.1   Tujuan Umum.........................................................................          4
1.4.2   Tujuan Khusus........................................................................          4
1.5  Manfaat Penulisan..................................................................................          5
1.5.1   Praktis.....................................................................................          5
1.5.1   Teoritis....................................................................................          5

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS...............................................................           6
2.1  Konsep Gagal Ginjal Kronis..................................................................          6
2.2  Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis.............................................................          6
2.3  Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis.................................................          7
2.3.1   Kelainan hemopoeisis.............................................................          7
2.3.2   Kelainan saluran cerna............................................................           8
2.3.3   Kelainan mata.........................................................................           8
2.3.4   Kelainan kulit..........................................................................           8
2.3.5   Kelainan selaput serosa...........................................................           9
2.3.6   Kelainan neuropsikiatri...........................................................           9  
2.3.7   Kelainan kardiovaskular.........................................................            9
2.4  Etiologi Gagal Ginjal Kronis..................................................................          10
2.5  Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis..........................................................           11
2.6  Ketidakseimbangan metabolisme tubuh................................................           13




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Gagal ginjal kronis ( GGK) atau Chronic Kidney Disease ( CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah), (Mansjoer, 2005). Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Brunner & Suddarth, 2001).
 Menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada 2010 diperkirakan sebanyak 36 juta orang warga dunia meninggal dunia akibat penyakit gagal ginjal. Menurut Annual Data Report United States Renal Data System yang dirilis pada tahun 2000, memperkirakan prevalensi gagal ginjal kronis mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam kurun waktu tahun 1998-2008. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia yaitu diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 8 % tiap tahun. Data yang diterima dari R.S.S.A Malang pada tahun 2004-2006, diperkirakan tiap tahun ada 2.000 pasien baru dengan kasus gagal ginjal. Dari data tersebut didapat bahwa sekitar 60-70 % dari pasien tersebut berobat dalam kondisi sudah masuk tahap gagal ginjal terminal.Beberapa literatur juga menyebutkan bahwa rata-rata pasien yang gagal ginjal akan mengalami gangguan pada metabolisme tubuh.
Gagal ginjal kronis dapat terjadi karena banyak sebab yang berkembang tanpa disadari. Awalnya bisa terjadi karena hal yang ringan, misalnya kurang minum atau gaya hidup yang kurang berolahraga, pola makan tinggi lemak dan karbohidrat, juga lingkungan yang buruk. Beberapa faktor penyebab terjadinya gagal ginjal kronis adalah radang ginjal menahun, batu ginjal, dan batu saluran kemih yang kurang mendapat perhatian, obat-obatan modern ataupun tradisional yang digunakan dalam jangka waktu lama, hipertensi, diabetes, serta penyakit ginjal turunan (Hadibroto, 2007).Tanda dan gejala dari gagal ginjal kronis muncul akibat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan fungsi regulator tubuh, dan retensi solut. Pasien mengeluh cepat lelah, pusing, dan letargi. Kulit pasien juga mengalami hiperpigmentasi serta kulit tampak kekuningan atau kecokelatan. Sisa metabolisme yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal diekskresikan melalui kapiler kulit yang halus sehingga tampak uremic frost (kristal deposit yang tampak pada pori-pori kulit). Tekanan darah meningkat karena adanya hipervolemia dan ginjal mengeluarkan vasopresor (renin). Selain itu, hiperurisemia dan peningkatan fosfat serum sering ditemukan pada pasien dengan ESRD. Hal ini disebabkan ekskresi ginjal terhadap fosfat menurun. Tanda ini dapat hilang apabila kegagalan ginjal ditangani dengan modifikasi diet, medikasi dan dialisis (Baradero, 2008).
Penatalaksanaan terapi untuk gagal ginjal kronik penting untuk dilakukan., Terapi ini berfungsi untuk mengganti kerja ginjal yang sudah tidak berfungsi dengan baik (Smeltzer, 2002). Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisa, peritoneal dialysis dan transplantasi ginjal. Tetapi saat ini hemodialisa (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilaksanakan dan jumlahnya dari tahun ketahun terus meningkat dan pelaksaan terapi hemodialisa merupakan salah satu prosedur penyelamatan jiwa. Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Hemodialisa dilakukan dengan sebuah mesin penyaring semipermiabel yang memidahkan produk-produk limbah dari darah ke dalam mesin dialisis. Jika tidak dilakukan hemodialisa,proses metabolisme pada tubuh akan berhenti di ginjal dan tidak akan diteruskan menuju proses selanjutnya karena fungsi ginjal sudah berkurang.Sehubungan dengan masalah tersebut,penting bagi penulis untuk mengangkat judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.F yang mengalami Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan ketidakefektifan metabolisme tubuh”.

1.2  Batasan Masalah
Asuhan keperawatan pada Ny.F yang mengalami  Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan ketidakefektifan metabolisme tubuh di R.S.S.A Malang.

1.3  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah “Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny.F yang mengalami  Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan ketidakefektifan metabolisme tubuh di   R.S.S.A Malang?



1.4  Tujuan Penulisan
1.4.1        Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny.F yang mengalami Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan ketidakefektifan metabolisme tubuh di R.S.S.A Malang.
1.4.2        Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada Ny.F yang mengalami Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan ketidakefetifan metabolisme tubuh di R.S.S.A Malang.
2.    Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.F yang mengalami Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan ketidakefektifan metabolisme tubuh di R.S.S.A Malang.
3.    Menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny.F yang mengalami  Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan ketidakefektifan metabolisme tubuh di R.S.S.A Malang.
4.    Melakukan tindakan keperawatan pada Ny.F yang mengalami Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan ketidakefektifan metabolisme tubuh di R.S.S.A Malang.
5.    Mengevaluasi tindakan keperawatan pada Ny.F yang mengalami Gagal Ginjal Kronis (GGK) dengan ketidakefektifan metabolisme tubuh R.S.S.A Malang.


 1.5  Manfaat Penulisan
1.5.1        Praktis
Untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan demi membantu petugas rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang terus diperbarui serta dijadikan bahan diskusi antar perawat di R.S.S.A Malang.
1.5.2     Teoritis
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan kepustakaan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu kesehatan serta teori – teori kesehatan khususnya dalam upaya penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan  Gagal Ginjal Kronis (GGK)



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Konsep Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel karena kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer dan Bare, 2004). Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang terjadi pada stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Soeparman, 2003). Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) tahun 2009, gagal ginjal kronis merupakan suatu kerusakan ginjal dimana nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama tiga bulan atau lebih. Dasar etiologi karena kerusakan massa ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nefron ke arah suatu kemunduran nilai dari laju filtrasi glomerulus (LFG). Tahapan penyakit gagal ginjal kronis berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu.

2.2  Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) klasifikasi penyakit gagal ginjal kronis didasarkan atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG) dibagi menjadi derajat satu yaitu merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG lebih besar dari 90 mL/min/1.73 m2 atau LFG normal, derajat dua terjadi bila reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2, derajat tiga dimana reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73 m2, derajat empat terjadi reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73 m2, dan derajat lima telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu kurang dari 15 mL/min/1.73 m2. Klasifikasi atas dasar diagnosis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pertama penyakit ginjal diabetis seperti penyakit diabetes tipe 1 dan tipe 2, bagian kedua penyakit ginjal nondiabetis seperti penyakit glomerular, penyakit vascular, penyakit tubulointerstitial, penyakit kistik serta bagian ketiga adalah penyakit pada transplantasi seperti penyakit rejeksi kronis, keracunan obat, penyakit recurren, transplantasi glomerulopathy.

2.3  Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Gambaran klinik gagal ginjal kronis berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).
2.3.1   Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronis. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.


2.3.2   Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
2.3.3   Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronis. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronis yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronis akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
2.3.4   Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.
2.3.5   Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
2.3.6   Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
2.3.7   Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronis sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

2.4  Etiologi Gagal Ginjal Kronis
Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, serta penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan penyebab yang tidak diketahui. Menurut (Price, 1995), penyebab GGK adalah :
1.      Infeksi seperti pielonefritis kronik.
2.      Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3.      Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis.
4.      Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal, dan asidosis tubulus.
5.      Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, dan amiloidosis.
6.      Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, dan refluks ureter.
Walau bagaimana pun, penyebab utama GGK adalah diabetes dan tekanan darah yang tinggi. Diabetes terjadi apabila kadar gula darah melebihi paras normal, menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan ginjal, serta pembuluh darah, syaraf dan mata. Tekanan darah yang tinggi atau hipertensi, terjadi apabila tekanan darah pada pembuluh darah meningkat dan jika tidak dikawal, hipertensi bisa menjadi punca utama kepada serangan jantung, strok dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga bisa menyebabkan hipertensi (NKF, 2010).

2.5  Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis
Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan mekanisme kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga Universitas Sumatera Utara bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%. Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010).Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi, walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal (Arora, 2010).Faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat progresif adalah :
1.      Hipertensi sistemik
2.      Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal
3.       Proteinuria
4.      Hiperlipidemia
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer, 2001).

2.6  Ketidakseimbangan metabolisme tubuh
Sebagian besar penyakit ginjal menyerang nefron, mengakibatkan kehilangan kemampuannya untuk menyaring. Kerusakan pada nefron dapat terjadi secara cepat,sering sebagai akibat pelukaan atau keracunan. Tetapi kebanyakan penyakit ginjal menghancurkan nefron secara perlahan dan diam-diam. Kerusakan hanya tertampak setelah beberapa tahun atau bahkan dasawarsa. Sebagian besar penyakit ginjal menyerang kedua buah ginjal sekaligus.Gagal ginjal terminal terjadi bila fungsi ginjal sudah sangat buruk, dan penderita mengalami gangguan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Ginjal yang sakit tidak bisa menahan protein darah (albumin) yang seharusnya tidak dilepaskan ke urin. Awalnya terdapat dalam jumlah sedikit (mikro-albuminuria). Bila jumlahnya semakin parah akan terdapat pula protein lain (proteinuria). Jadi, berkurangnya fungsi ginjal menyebabkan terjadinya penumpukan hasil pemecahan protein yang beracun bagi tubuh, yaitu ureum dan nitrogen. Kemampuan ginjal menyaring darah dinilai dengan perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau juga dikenal dengan Glomerular Filtration Rate (GFR). Kemampuan fungsi ginjal tersebut dihitung dari kadar kreatinin (creatinine) dan kadar nitrogen urea (blood urea nitrogen/BUN) di dalam darah. Kreatinin adalah hasil metabolisme sel otot yang terdapat di dalam darah setelah melakukan kegiatan, ginjal akan membuang kretinin dari darah ke urin. Bila fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin di dalam darah akan meningkat. Kadar kreatinin normal dalam darah adalah 0,6-1,2 mg/dL. LFG dihitung dari jumlah kreatinin yang menunjukkan kemampuan fungsi ginjal menyaring darah dalam satuan ml/menit/1,73m2. Kemampuan ginjal membuang cairan berlebih sebagai urin (creatinine clearence unit) di hitung dari jumlah urin yang dikeluarkan tubuh dalam satuan waktu, dengan mengumpulkan jumlah urin tersebut dalam 24 jam, yang disebut dengan C_crea (creatinine clearence). C_cre normal untuk pria adalah 95-145ml/menit dan wanita 75-115 ml/menit.